Untuk urusan cinta, tubuh pria memproduksi hormon penyebab perasaan galau lebih banyak daripada wanita.
Hal ini dikemukakan Larry J. Young, Ph.D., ilmuwan dari Emory University dalam bukunya yang berjudul “The Chemistry Between Us: Love, Sex, and the Science of Attraction”.
Dalam bukunya, Young menuturkan bahwa setiap perilaku yang berkaitan dengan asmara, seks, dan hal-hal intim dimulai dari dalam otak, sehingga perilaku ini muncul secara alamiah, tanpa dapat dikendalikan.
Termasuk salah satunya, perasaan sedih dan keinginan untuk menyendiri saat patah hati. Maka tak heran, tak sedikit pelaku bunuh diri akibat putus cinta yang berjenis kelamin pria.
Jika para wanita seringkali menumpahkan kegundahannya dengan cara ‘curhat’ bersama sahabat wanita, lain lagi dengan para pria.
Pria lebih memilih untuk menyendiri dan merenungi masalahnya ketimbang berkumpul dengan teman-temannya.
Dituturkan Young, kondisi ini disebabkan oleh zat kimia dalam syaraf yang disebut vasopressin. Zat ini membuat para pria enggan berdekatan dengan sesama pria dan sebaliknya, lebih senang berada di dekat wanita.
Ini pulalah yang membuat para pria kerap merasa menyesal telah memutuskan kekasihnya dan merasakan rindu yang teramat sangat pada sang kekasih.
“Alasan lainnya, pria juga kerap menganggap pasangan mereka sebagai ‘rumah’. Saat mereka ditinggal pasangannya, mereka kehilangan tempat tinggal secara emosional,” ujar Young seperti dilansir Glamour.
Stress akibat cinta juga kerap berakibat buruk terhadap kondisi kesehatan kaum adam. Riset membuktikan, pria yang telah bercerai memiliki kualitas kekebalan tubuh yang lebih rendah daripada pria menikah. Para duda pun tercatat memiliki usia yang lebih pendek ketimbang wanita yang berstatus janda.
No comments:
Post a Comment