Thursday, April 19, 2012

Kekhawatiran Baru dari Krisis Eropa


VIVAnews - Sumber masalah ekonomi dunia tahun ini belum juga berpindah dari Eropa. Bahkan, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mengingatkan krisis Eropa dikhawatirkan makin parah seiring rencana bank-bank Eropa menjual aset yang dimilikinya.

IMF menaksir, nilai penjualan aset perbankan di Eropa itu bisa mencapai US$3,8 triliun setara Rp32.400 triliun (kurs Rp9.000 per dolar AS).

Langkah perbankan di Eropa ini bukannya tanpa alasan. Mereka berupaya menjual aset untuk meningkatkan cadangan modal di tengah ketidakpastian penanganan krisis Eropa.

Namun, IMF justru menilai langkah perbankan Eropa itu malah bisa memicu munculnya kisruh baru dalam industri kredit Benua Biru tersebut.

"Upaya deleveraging sebesar ini akan berdampak pada seluruh kawasan Eropa," kata Director of Monetary and Capital Market IMF, Jose Vinals dalam laporan Global Financial Stability seperti dikutip The Telegraph, Kamis, 19 April 2012.

Deleveraging adalah upaya perusahaan untuk mengurangi rasio pasiva terhadap ekuitas. Biasanya perusahaan berupaya untuk mengurangi utang-utang yang ada dalam neraca keuangan mereka. Jika hal ini tak dilakukan, perusahaan bisa terancam mengalami default.

IMF memperkirakan aksi jual aset oleh perbankan tersebut muncul karena ketidakpercayaan pelaku pasar pada efektivitas kebijakan Eropa. Selain itu, faktor naiknya biaya dana serta makin tertekannya sistem perbankan juga memicu aksi bank tersebut.

"Sejumlah aksi yang telah dibuat memang telah menciptakan keuntungan namun upaya itu dianggap tak cukup untuk menciptakan stabilitas yang berkesimbangunan," kata Jose.

Dari skenario yang dibuat IMF, aksi jual aset bank di Eropa itu bisa membuat pasokan dana pinjaman untuk wilayah tersebut mengecil hingga 4,4 persen. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Eropa dipastikan melemah 1,4 persen.

Bagaimana Indonesia?

Bersyukur, pengamat ekonomi dari Institute for Development Economic and Finance Indonesia (INDEF), Aviliani menilai ancaman krisis ekonomi Eropa yang makin parah tersebut takkan mengganggu perekonomian Indonesia.

Aviliani memperkirakan, dampak krisis Eropa akibat penjualan aset bank di Eropa itu kepada perekonomian Indonesia hanya bersifat sementara dan kecil. "Untuk shock itu sedikit dan biasa. Asing mungkin akan menjual sahamnya tapi hal itu lumrah saja," kata dia dalam perbincangan dengan VIVAnews.com.

Aksi penjualan aset, jelas Aviliani sebetulnya merupakan hal yang bisa dipahami jika melihat kondisi sektor keuangan Eropa. Selama ini perbankan Eropa umumnya bergantung pada sumber pendanaan dari hedge fund, bukan masyarakat.

Disisi lain, kalangan investor di Eropa saat ini tengah menjauhi perusahaan pengelola keuangan tersebut. Hasilnya, perbankan kesulitan untuk mendampatkan sumber pendanaan dalam jumlah cukup besar.

Kalaupun mengharapkan sumber dana dari masyarakat, kondisi perekonomian negara Eropa yang terburuk membuat pendapatan warganya semakin menurun.

Justru, tegas Aviliani, krisis yang melanda Eropa seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia dalam menarik investasi asing maupun menambah portofolio investasi. Tak diragukan lagi, arus modal asing akan berlari ke negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat.

Indonesia seharusnya bisa menyerap dana segar tersebut dengan memperkuat pembangunan infrastruktur lewat program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). "MP3EI itu seharusnya bisa segera diproses," tegasnya.

Di bursa saham, pendiri lembaga ekonomi Ec-Thing ini juga mengimbau agar tidak ikut terpengaruh dengan larinya pemodal asing. Justru, investor lokal harus memanfaatkan momentum itu untuk membeli saham-saham yang ditinggalkan investor asing.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar menilai, upaya ambil selamat dari perbankan Eropa memang relevan dengan perkembangan ekonomi yang terjadi di kawasan tersebut.

"Memang sudah ada tanda-tanda dengan restrukturisasi utang publiknya dari beberapa Negara disana," kata dia.

Mahendra mengakui, peran perbankan Eropa di Indonesia memang cukup signifikan terutama dalam hal pembiayan. Mereka saat ini memiliki sejumlah kantor cabang yang didukung pengalaman dan jaringan yang luas.

Perbankan Eropa di Indonesia ini tentunya membutuhkan langkah leveraging untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan mereka.

Walau ada upaya deleveraging dari bank Eropa, pemerintah menegaskan belum melihat adanya tanda-tanda tersebut. Meski diakui, sejumlah perbankan di Eropa memang tengah melakukan upaya konsolidasi keuangan mereka. "Sampai saat ini, pencermatan kami belum sampai ke tingkat yang mengkhawatirkan," kata Mahendra.

Upaya Antisipasi

Meski memberikan peringatan pada negara Eropa dan dunia, IMF mengusulkan sejumlah jalan keluar agar krisis keuangan Eropa tak semakin parah. "Kita membutuhkan visi Eropa yang lebik banyak dan lebih baik," ujar Jose.

IMF menyarankan, kalangan perbankan Eropa sebaiknya memprioritaskan upaya pembersihan dengan hanya 'membuang' bisnis non inti dan aset sampah mereka di luar negeri. Aksi ini diperlukan sebelum bank menempuh bergerak di pasar lokal dan mengurangi pinjaman.

Untuk jangka panjang, IMF mendesak agar negara-negara Eropa segera mengintegrasikan kebijakan fiskal diantara mereka. Selanjutnya Eropa harus tetap melanjutkan kebijakan moneter yang lebih longgar dan secara bertahap menarik dukungan fiskalnya.

Terakhir, Eropa harus memperkuat cadangan dana krisis yang mereka miliki untuk menahan gempuran krisis keuangan. The European Financial Stability Facility and European Stability Mechanism saat ini tercatat memiliki dana cadangan hingga 740 miliar euro.

"Konsensus diantara negara Eropa diperlukan saat ini juga," tegas Jose.


• VIVAnews

No comments:

Post a Comment